Carakan harus dibaca sebagaimana
kita membaca "Candra Sengkala", yaitu dimulai dari "Maga
Bathanga".
Maga mbathang = Menempuh jalan kematian (nafsu) sebelum mengalami kematian fisik atau kematian seperti yang kita tahu dalam hukum biologi.
Perlu diketahui bahwa kata "maga" adalah kata Jawa Kuna yang berarti "musim", atau sebutan bagi bulan ketujuh (11 Januari - 11 Februari). Maga mbathang adalah pengkondisian diri untuk menjalani hidup semedi yang sebenarnya. Inilah kondisi untuk menghilangkan "dualitas" dalam persepsi kehidupan ini.
Padha jayanya = kekuatan dalam diri manusia dan di luarnya telah menyatu padu.
Dalam bahasa daratan Cina, Yin dan Yang telah jumbuh menjadi satu sehingga tak bisa lagi diekstrak unsur-unsurnya. Dalam bahasa Jawa, bhawana alit (kekuatan di dalam diri) dan bhawana ageng (kekuatan semesta) sama-sama berjaya, sinkron.
Dhata sawala = tiada lagi pertentangan antara unsur luar dan dalam, tiada lagi pertentangan unsur Yin dan Yang. Bhawana alit dan bhawana ageng berkolaborasi serasi.
Perlu diketahui bahwa dhata ialah kosa kata Jawa Kuna yang searti dengan dhatan yang maknanya "tanpa" atau "tiada". Sedangkan "sawala" bermakna pertentangan, pertikaian, atau perkosaan.
Hana caraka = muncullah caraka, atau lahirlah pesan atau kreasi.
Lahirnya alam semesta ini ya adanya proses Hanacaraka pada Sang Hidup atau Hyang Urip. Terjadinya kreasi dalam kehidupan ini ya karena adanya manusia-manusia yang menjalani proses Hanacaraka. Selama kita tidak mau menjalankan proses "mbathang" atau mematikan EGO, maka selamanya tak akan ada kreasi.
Maga mbathang = Menempuh jalan kematian (nafsu) sebelum mengalami kematian fisik atau kematian seperti yang kita tahu dalam hukum biologi.
Perlu diketahui bahwa kata "maga" adalah kata Jawa Kuna yang berarti "musim", atau sebutan bagi bulan ketujuh (11 Januari - 11 Februari). Maga mbathang adalah pengkondisian diri untuk menjalani hidup semedi yang sebenarnya. Inilah kondisi untuk menghilangkan "dualitas" dalam persepsi kehidupan ini.
Padha jayanya = kekuatan dalam diri manusia dan di luarnya telah menyatu padu.
Dalam bahasa daratan Cina, Yin dan Yang telah jumbuh menjadi satu sehingga tak bisa lagi diekstrak unsur-unsurnya. Dalam bahasa Jawa, bhawana alit (kekuatan di dalam diri) dan bhawana ageng (kekuatan semesta) sama-sama berjaya, sinkron.
Dhata sawala = tiada lagi pertentangan antara unsur luar dan dalam, tiada lagi pertentangan unsur Yin dan Yang. Bhawana alit dan bhawana ageng berkolaborasi serasi.
Perlu diketahui bahwa dhata ialah kosa kata Jawa Kuna yang searti dengan dhatan yang maknanya "tanpa" atau "tiada". Sedangkan "sawala" bermakna pertentangan, pertikaian, atau perkosaan.
Hana caraka = muncullah caraka, atau lahirlah pesan atau kreasi.
Lahirnya alam semesta ini ya adanya proses Hanacaraka pada Sang Hidup atau Hyang Urip. Terjadinya kreasi dalam kehidupan ini ya karena adanya manusia-manusia yang menjalani proses Hanacaraka. Selama kita tidak mau menjalankan proses "mbathang" atau mematikan EGO, maka selamanya tak akan ada kreasi.
Keempat jurus Hanacaraka
sebenarnya menyiratkan 4 tingkat alam kehidupan alam semesta yang tidak
terbatas untuk insan manusia diatas bumi ini saja.
Secara ringkas / garis besarnya:
1. Hanacaraka – menyiratkan dasar kesunyataan alam semesta pada tingkat yang tertinggi (mendasar). “ADA’-nya Cipta, Rasa dan Karsa sebagai sumber Kekuasaan yang tertinggi. Alam Tritunggal (Ca, Ra, Ka) yang Maha Kuasa.
1. Hanacaraka – menyiratkan dasar kesunyataan alam semesta pada tingkat yang tertinggi (mendasar). “ADA’-nya Cipta, Rasa dan Karsa sebagai sumber Kekuasaan yang tertinggi. Alam Tritunggal (Ca, Ra, Ka) yang Maha Kuasa.
2. Datasawala – menyiratkan alam kehidupan pada
tingkat Monad, Logos. (Atma?) yang berada diluar dimensi ruang dan waktu.
Ke-Maha-Kuasa-an yang didasari oleh Cipta, Rasa dan Karsa yang ada pada setiap
Logos / Monad mulai dilengkapi dengan ‘kehendak’ / ‘niat’ yang melahirkan
“Ingsun”.
3. Padhajayanya – menyiratkan alam kehidupan yang
merupakan ‘manifestasi’ dari ‘kehendak’ / ‘niat’ dari jajaran Ingsun (Higher
Selves) kedalam alam yang multi dimensi melalui proses evolusi alam semesta
beserta seluruh penghuninya. Disini terciptalah dimensi ruang dan waktu serta
timbulnya ‘perbedaan’ (dualisme) antara ingsun dan Ingsun (kawula lan Gusti)
4. Magabathanga – menyiratkan alam kehidupan
dimana ingsun dengan bimbingan Ingsun (Guru Sejati) dan bantuan Bayu Sejati
(bayangan kuasa Allah) melaksanakan ‘misi’nya (karsa) yang timbul dari ‘niat’
untuk ‘meracut’ busana manusia di alam fisik (alam kematian / tidak kekal).
Alam jiwa dan raga.
No comments:
Post a Comment