June 25, 2012

Benang

Kadang ku bisa..
tak sulit.. mengalir begitu saja..
sama damainya..

Lalu saat angin berganti penjuru..

ku tak bisa lagi..
kuinginkan jiwaku kembali..
sepenuh damainya..

Kutanyakan Tuanku

apa benang masih terikat???
yakinku dipudarkan sunyi

Padanya dalam doa biasa kubertatap

Padanya pesan pikirku biasa terjawab

Spertinya tak ada lagi..

Doaku sepi, kutemukan ku seorang diri
Telepati hanya membawa pesanku kembali

Esok hari.. ku tegar berdiri

dan Surya berlalu.. ku tlah tak sanggup lagi

Sebenarnya ku jadi mengerti hatiku..

jiwa ini tak pernah berpaling
meski raga tak harus terpatri
hanya saja...

apa ia kan tegar

sperti karang tak terhanyut ombak

Meski dia penguasaku di alam dewata
ku sangat ingin hatinya setia..
sperti pada awalnya, sebagaimana akhirnya..

note : still..I need my lost 'turtle'..always be mine...for my soul...whenever, wherever...

May 3, 2012

Pagi untuk Semesta (flashfiction3)

Hari masih subuh, kira-kira pukul setengah lima pagi..
Luhde beranjak dari dari ranjangnya, rasanya sudah seabad tidur malamnya... Sejak pukul tiga dini hari dia hanya menunggu jam untuk terasa nyaman keluar dari kamarnya, rasanya sudah terlalu lelah melanjutkan tidurnya...

Membuka seluruh tirai jendela... seperti biasa pekarangan depan rumah menjadi tujuannya...
Luhde mulai mengamati apakah setiap tanaman masih cukup lembab mendapat air dari embun dan gerimis semalam...
Dari sekian jenis daun dan bunga di pekarangan mungilnya, entah kenapa bunga-bunga kamboja yang berjatuhan ditanah selalu mencuri perhatiannya...
selalu ada rasa pilu dan haru melihatnya...
Dipungutinya bunga-bunga yang layu kering itu bersama daun-daun yang berjatuhan, dan dengan berat hati dibuangnya ke sampah...
Haru...
Sebenarnya bunga-bunga yang jatuh itu begitu penuh makna...
bagi Luhde, bunga yang jatuh itu selalu mengingatkannya untuk ber-Trisandya di pagi hari atau Pratasewana...
Seandainya saja bunga-bunga itu tak berguguran, mungkin begitu saja terlewatkan dari perhatian... karena bunga itu tumbuh jauh diujung atas ranting... tak kan dapatkan perhatian dari hati dan pikiran yang kalut dalam kesibukan dan kebisingan...

Bergegas Luhde menuju ke teras balkon atas rumah, kebetulan balkon itu menghadap ke Timur, dibersihkannya tempat itu cepat-cepat... sudut ruang yang selalu dipakainya untuk menyambut Sang Surya... sudut yang terasa sempurna baginya...
Diliriknya ujung cakrawala di depannya... warna merah mulai bersemburat, setelah mandi dan membersihkan diri... Kembalilah Luh kepada pohon kambojanya di bawah... Dengan mengucap ijin dalam hatinya kepada pohon itu, Luh perlahan menggoyangkan dahannya, mengharap sekuntum bunga jatuh tuk dipersembahkan dalam sembahyang paginya...

Terasa sulit memang untuk mendapatkan atau membuat sebuah canang sari yang lengkap saat berada jauh dari pulau Dewata... tapi tak apa... menurut Bhagawan Guru... sekuntum bunga dan sebuah dupa pun sudah pantas... yang terpenting adalah hati yang ikhlas dan penuh cinta..
Berbekal sekuntum bunga dan sebuah dupa beraroma bunga teratai favoritnya.. Luh menuju tempat pemujaannya pada Sang Penciptanya...

Melilitkan kain kamen yang dingin dan nyaman pada tubuh bagian bawahnya dan melilitkan sebuah selendang dipinggangnya...
Seperti biasa... devosinya dimulai dengan bermeditasi...

Mengambil sikap duduk bajrasana.. dipejamkannya matanya.. mengatur dan mulai menyadari nafasnya..

Luh mencari titik heningnya...
memusatkan pikir pada cakra adnya, dan menyalakan kobaran cahaya cinta kasih pada semesta di anahata cakranya...
.... tak semudah para yogi melakukannya...
justru semua hal menjadi muncul dan tumpah dalam pikirannya... Gelembung-gelembung sabun berisi problematika mulai memenuhi dimensinya...
Tentu saja gelembung sabun ini harus ditepuk satu persatu hingga seluruhnya berlalu...
supaya hati dan pikirnya hanya untuk Sang Pencipta...
Luh punya cara untuk membebaskan dirinya dari serangan gelembung sabun di sekitar kepalanya itu...
Bukan memaksanya untuk lenyap begitu saja...
Tapi memberikan fokus pada masing-masing gelembung itu... mengembalikan keterbatasannya pada Sang Hyang Widhi... memaknai setiap gelembungnya dan kemudian pasrah dan ikhlas menerima setiap gelembung itu menjadi bagian dalam dirinya...
Lalu mengajak mereka semua untuk ikut memujaNya...
dalam satu raga, satu jiwa, satu kesatuan dengan empat saudara tak berwujud, satu fokus...
yaitu Luh sendiri...

Seperti harus melewati semak berduri, proses ini harus dilalui....

Luh masing berjuang mengatur irama nafasnya...
Hening yang terasa lama... Detik-detik yang terasa abadi...
Bertarungkah ia dengan dirinya...?
Terlihat air mata mengalir dipipinya... lambang kelemahannya? ataukah justru kekuatannya?

Semakin lama air mata itu mereda... Cahaya hangat dari ufuk Timur mulai menghangatkan wajahnya... ada senyum mungil di sudut bibirnya.. tak berapa lama nampaklah rona kemenangan pada cahaya mukanya.. kehalusan ritme nafasnya menyapa pagi dan Sang Surya... lalu terdengarlah bait-bait merdu mantra Trisandya dari bibirnya...
Luh telah memilih pasrah kepadaNya...

Selamat pagi Semesta! Apa kabar pahatan kura-kura Bangli-ku..
hasil karya tanganku...
Tlah sekali lagi Buana ini mengitari matahari...
Seandainya tlah ada yang menemukannya... Gantungkanlah kembali di pohon peneduhku..
Tapi bila seseorang yang menemukannya pun menginginkannya.. semoga jadi berarti sebagaimana aku penuh memaknainya...

April 24, 2012

Pelajaran berarti

duh Sang Hyang Widhi
lelahnya aku
sungguh raga ini membelengguku
dunia ini mengikatku
karya dan usaha menekan pikirku
hasrat dan kehendak menghimpit batinku
 
ajari aku menguasai
ajari aku melebihi
ajari aku melewati
ujian dari dewa dan dewi
 
jadi apa aku setelah ini
sperti apa wujudku nanti
sangat ingin aku mengerti
 
ku mohon bimbinganMu
kekanglah emosiku saat tinggi lelahku
stabilkan devosiku saat waktu tercuri dariku
arahkan pikiranku padaMu meski kerumitan merenggutku
 
duh Hyang Widhi
tinggalah satu yang meneguhkanku
cintaMu dan sluruh cinta yang hadir di hidupku
 
Hyang Widhi sungguh ini pelajaran berarti
tekanan ini kan bawaku ke tempat yang lebih tinggi 
Satuhu.

March 11, 2012

Terhenti

Terdiam ku di angkasa,
menikmati adaku bagi semesta.
Kupandang tarian gugus Bima Sakti,
hening, putih, terang, lembut penuh energi.

Inilah tempat pelarianku,
saat jemari kaku ketikkan sastra.

Ku tak mampu tuliskan,
tak satu baitpun di kanvas.
Kegalauanku berlibur ke Mars,
terbawa padanya cat dan kuas.

Tinggal ku sendiri..
sepi..
tanpa ilustrasi.
tanpa inspirasi.

Tuanku, Matahari Timurku
Inilah..
Cinta batinmu padaku,
Frustasimu menjaga rasaku,
Kebingunganmu menempatkanku,
...
sungguh damai mengisi hidupku

Aku terhenti,
ingin setia selamanya...
Memeluk wangi bunga kamboja,
dan menyematkanmu di relung jiwa.
Astungkara..

February 1, 2012

Hari Yang Lain

Kurasakan hari yang lain
Hari yang begitu senyap
Hatiku hanya lamat dalam hangat
Tak dingin tapi terasa bening

Aku dan alam sedang bersahabat
Kuberdansa padanya
Irama yang serasi
Mungkin irama gending jawa yang mengalun lambat
Biarlah.. kami berbisik dan bercinta

Surya pagi tak menyengat
Berpijar hangat untukku sang sahabat
......
......
......
Sepertinya aku mengenali rasa ini
Kutatap dalam rindu
......
Dan melelehlah air mataku


Note : Selamat Hari Raya Galungan, semoga kebersihan jiwa selalu terjaga. Astungkara